"Drakkk!!!"
Semua pengunjung warung terperanjat. Serempak menoleh ke sumber suara. Ibu-ibu, dengan baju merah motif kembang sepatu, berseru. Matanya melotot ke arah parkiran. Seruan itu disusul jerit kecil perempuan muda berbaju biru di depan kasir, kantong kreseknya sampai terjatuh. Tangannya menunjuk ke sebuah sepeda motor yang tumbang.
Andra, sigap berlari ke parkiran. Seorang pemuda lain, lebih dulu sampai. Sebuah sepeda motor tumbang ke kanan. Seorang pria terlentang. Tangan kanannya tertindih jok sepeda motor. Si pemuda mengangkat sepeda motor. Andra menuju si pria terlentang.
Kurus. Mungkin usianya di atas limapuluhan. Bercelana jeans dombrang dan jaket parasut hitam. Di balik jaket yang bertuliskan sebuah dealer sepeda motor, tampak baju kaus putih. Baju kaus bergambar pasangan cagub dan wagub Kalbar yang pada pemilu kemarin kalah suara. Cagub dan wagub tersenyum simpatik. Pak tua tersenyum damai. Pucat.
Andra mengamati gerakan dada Pak Tua. Andra mendekat. Sebelum tangannya menjangkau pundak, Pak Tua membuka mata. Andra urungkan niatnya. Pak Tua berusaha bangun. Andra bantu pegang punggung. Terendus aroma Capcuan )*.
Seorang bapak-bapak mendekat untuk membantu. Namun, saat kenali aroma khas dari nafas Pak Tua, bapak-bapak itu mundur dan mengomel.
Perempuan muda berbaju biru, dengan wajah kesal, berdiri di samping sepeda motor yang tadi tumbang.
"Bapak itu menabrak sepeda motorku!"
Perempuan muda itu jongkok memeriksa spatbor depan sepeda motornya. Pecah.
"Kenapa dia?" tanya seseorang.
"Sakit, mungkin..." jawab seseorang yang lain.
Kerumunan tambah ramai. Tapi sebentar saja. Saat melihat Pak Tua yang berjalan terhuyung, mereka menjauh seraya ngomel.
"Dia lagi...dia lagi..."
Andra bengong. Tapi demi melihat Pak Tua sempoyongan menuju warung, Andra menyusul dan membopongnya. Pada sebuah kursi plastik hijau, Andra membantu Pak Tua duduk. Tak lama kemudian, Pak Tua letakkan kepalanya pada meja. Senyum. Masih senyum damai, tertuju pada gambar jeruk Pontianak yang menjadi cap botol cuka.
Andra mengamati sekeliling. Pengunjung warung sibuk dengan makanan masing-masing.
"Dia memang selalu begitu," kata Ibu berbaju merah pada seorang gadis cantik di depannya, "Tiap musim berladang, ia pergi dari kampungnya. Ke sini. Ke kota kecamatan ini. Minum-minum. Teriak-teriak baca pantun, nyanyi-nyanyi lagu daerah. Nanti, kalau sudah tumbuh padi, ia pulang sebentar. Musim panen, ke sini lagi. Begitu terus. Tiap tahun."
30.05.13
Sebuah Cerita dari Warung: Sang Peminum.
)* Capcuan adalah nama minuman arak.
04/01/15
SANG PEMINUM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar