18/06/11

JANG MOMA (Bagian 2)

Indobarometer bikin survei yang bikin banyak orang geleng-geleng kepala. Termasuk Jang Moma. "Margin error dan sampelnya..." jawab JM saat kutanyakan kenapa ia menggeleng. "Tanggung. Kenapa tak sekalian dari esbeye, tarik mundur sampai ke era kolonialisme? Atau sampai era prasejarah sekalian?!" "Lha? Kalau sampai sejauh itu, siapa yang jadi sumber datanya, Jang?" JM diam. Aku senang bukan main. Bisa juga akhirnya aku membuatnya bungkam. JM senyum: "Kuburan."
 (17.05.11)
 
"Stephen Hawking nie benar-benar pening," ujarku pada Jang Moma yang baru saja mengangkat jemuran. Siang ini, hujan turun tiba-tiba. "Mangnye ngape ngan kawan lama' aku,tu?" "Ha? Kawan lama' kau, Jang?" "Yelah. Kawan aku maen guli maen gasing dolo'... Ha? Ngape kau bilang die pening?" "Cammane ndak pening? Masa' die bilang kalau surge tu dongeng jak?" Jang Moma tertawa terbahak-bahak. "Ngape, Jang?" "Mungken die pening nengok banyak orang beperang bawa’-bawa’ name agama..."
(17.05.11)
Sandek masuk pkl.21.21 Wib: "Ph4q,,,k0ch bK1N 5p4ndUq p3Rph15h4nt cHo3m4ch b3rdUach jh4n9 Mh0m4...??? knP4 nD4q bW An4q b034ch,,,???" Aku tunjukkan pada Jang Moma. Jang Moma minta izin membalas sandek itu. Setelah ku iyakan, jarinya lincah menari pada papan tombol ponsel: "s3bh4b pH4q 4mRh1nh b03khanT Bh4p4q b034cH..."
(Senin, 16.05.11, pukul 00:30 Wib)
"Don't-don't..." "Ngape kau, Jang?" Jang Moma menoleh. Kaget juga aku. Ada ponsel canggil di tangannya. JM punya ponsel? Hei?! Bukankah itu ponsel anak tetangga sebelah? "Saye bukan pencuri, ye.." kata JM, seolah tahu isi kepalaku, "yang punye hape nie minta’ tolong ngan saye." "Minta’ tolong ape?” "Cowoknye sms pakai bahase Inggres. Jadi, saye cube nakbantu die mbalasnye." "Teros...? Kau bilang 'don-don' tadi’ tu ape?" "Jangan-jangan..." "Haaaahhh?"
(12.05.11, pukul 19:30 Wib)
Hujan kepagian. Bulan kesiangan. "Nah, benarkan kataku?" "Benar apanya, Jang?" "Cuaca." "Kenapa?" "Seperti manusia." "Atau manusia yg seperti cuaca?" "He..." "Kok?" "Tergantung kacamata & tanda matematika." "Jang, soal kacamata, okelah. Aku tau kau menyindirku untuk mngganti kacamata ini.Tapi soal matematika, maksudmu berkenaan dengan Klimatologi?" "Ah, aku cuma mau bilang, itulah fungsi manusia membuat beberapa variasi tanda sama dengan." "?"
(12.05.11, pukul 06:32)
Alek Konslet berhitung:
Besok main bowling, seharian.
Lusa, main bulu tangkis, turnamen.
Tulat, main polo air, memeriahkan hari keagamaan.
Langkat, main bola di Desa Mongko, tarkam.
Empat hari yang menyibukkan. Ia menoleh pada Jang Moma: "Jang, sesibuk itu, kapan aku istirahat?"
Jang Moma mengangguk-angguk. Berat sekali sepertinya ia mendapat pertanyaan dari Alek Konslet. Matanya sampai terpejam. Khusuk sekali.
Aku dan Alek Konslet harap-harap cemas menanti advice Jang Moma.
Alek Konslet tergerak hatinya memasak air untuk membuat tiga gelas kopi. Sampai air matang, Jang Moma masih dalam sikap khidmat. Sampai tiga gelas kopi terhidang, masih ia khidmat. Sampai kusodorkan gelas di depannya dengan harapan hidungnya akan mengendus aroma minuman kesukaannya itu, masih juga khidmat. Aku dan Alek Konslet setia menanti. Tak berani bicara. Takut mengusik.
Saat kopi kami tinggal setengah gelas, barulah tampak ‘tanda-tanda kehidupan”  lagi pada Jang Moma. Caping hidungnya bergetar halus. Helaan nafasnya dalam dan panjang-panjang. Kemudian kelopak matanya membuka perlahan. Di susul tarikan garis senyumnya yang subversif.
“Lek, empat hari ini sibuk?”
“Betul, Jang.”
“Kau bingung kapan istirahat?”
“Iya, Jang.”
“Kau mau tau saranku, Lek?”
“Mau, Jang.”
“Oke.  Saranku: istirahatlah sekarang.”
(11.05.11, pukul 18:46 Wib)
Kau takkan bisa membeli kenangan. (Jang Moma) "Tapi, Jang...aku kan cuma beli pulsa?" "Oh, aku kira kau berusaha untuk menghubungi 'masa lalumu' itu."
(11.05.11, pukul 15:12 Wib)
Dua tahun di sini. Belum juga kuselesaikan NAGA. Padahal kecamuk ini, galibnya, menjadi energi bagiku menjelajah jazirah kekata, watak dan lain-lain serta peristiwa-peristiwa... JM: "Kau cedera dalam pertempuran yg tak perlu." Aku: "Jadi bagaimana?" JM: "Berhentilah mengeluh." Aku: "...?"
(10.05.11, pukul 21:17 Wib)
"Coba kau tanyakan mereka," kata Jang Moma, "bersediakah foto mereka dijadikan sebagai foto profil akunmu?" "Mereka? Teman FB saya? Untuk apa? Nanti mereka mengira saya tak pede dengan wajah sendiri..." "Udah. Tanya saja." Demikianlah sanak saudara dan sohib-sohib FB yang saya cintai. Bagaimana tanggapan saudara? Bersediakah saudara, jika foto saudara, saya  "pinjam" sebagai foto profil? "Jang...udah saya umumkan." "Hehe..."
(08.05.11, pukul 19:19 Wib)

1 komentar:

  1. jang moma..ehmm ntar deh aq mampir lagi n aq baca ampe tuntas..sekarang uda sore mo pulang dulu ya :-)

    BalasHapus

Support

Join My Community at MyBloglog!