Dua tiga tikungan, hawa panas mulai menerpa wajah. Perih. Radiasi panas itu menimpali tusukan matahari pukul duabelas siang.
Lantas bau asap. Lantas 'lelatu'. Beberapa orang bertongkat kayu semak di depan, memastikan bahwa sedang ada pembakaran lahan untuk ladang.
Kubunyikan klakson, men...
gangguk dan tersenyum. Mereka membalas ramah.
Ada yang mengenakan tanggui, ada yang membalut kepalanya dengan baju
kaos sehingga mirip ninja, ada juga yang gunakan helm standar.
Begitu melewati mereka, kupacu si Biroe sekencang yang aku bisa. Lidah api menjangkau-jangkau dari tepi jalan. Aku khawatirkan tanki si Biroe. Desainer si Biroe hanya merancangnya sebagai alat transportasi biasa, berselip agenda penjajahan ekonomi. Tak kubaca dalam buku petunjuk pemakaian, saat beli dulu, bahwa si Biroe bisa digunakan untuk jalan-jalan di sekitar area pembakaran lahan.
Aku merunduk ketika sekelebat asap tebal, dipukul angin timur, tiba-tiba melintang jalan. Saat bersamaan, kurasakan tubuh semakin gerah dan tungkai kaki kananku perih panas.
Kuputar kendali gas penuh. Jalan tanah merah bergelombang. Aku meliuk ke kiri saat melihat sesuatu di depan.Lidah-lidah api, seperti mata gergaji, berebut menyeberang jalan.
Begitu melewati mereka, kupacu si Biroe sekencang yang aku bisa. Lidah api menjangkau-jangkau dari tepi jalan. Aku khawatirkan tanki si Biroe. Desainer si Biroe hanya merancangnya sebagai alat transportasi biasa, berselip agenda penjajahan ekonomi. Tak kubaca dalam buku petunjuk pemakaian, saat beli dulu, bahwa si Biroe bisa digunakan untuk jalan-jalan di sekitar area pembakaran lahan.
Aku merunduk ketika sekelebat asap tebal, dipukul angin timur, tiba-tiba melintang jalan. Saat bersamaan, kurasakan tubuh semakin gerah dan tungkai kaki kananku perih panas.
Kuputar kendali gas penuh. Jalan tanah merah bergelombang. Aku meliuk ke kiri saat melihat sesuatu di depan.Lidah-lidah api, seperti mata gergaji, berebut menyeberang jalan.
(04.09.12)
Like
BalasHapus