26/10/14

MATAHARI APRIL

Matahari April di musim pancaroba. Aku mengendarai si Biroe pulang ke rumah sambil mereka gumam nada. Pengen bikin lagu gambus lagi untuk Adek Kocek dkk. Setelah naik turun beberapa bukit, belok ke wilayah Engkada, terus menyususi jalan semen. Menyeberang jembatang gantung Engkaya'. Goyang-goyang. Tubuhku banjir peluh.

Sebelum sampai ke rumah, belok dulu ke rumah makan Bu De. Beli sayur jadi dan ikan goreng. Terus pulang. Tapi olala... Banyak sepeda motor parkir di halaman markas. Sepertinya anak-anak sekolah akan bertanding olehraga. Aku cuma kasi senyum. Parkirkan si Biroe di bawah pohon kelapa (salah aku tadi, bagaimana kalau buahnya yang sudah tua jatuh?), aku jalan kaki melewati jalan samping masjid ke Kantor 2 ini.

Di teras depan, bersua beberapa kenalan. Setelah bertukar salam dan sedikit basa-basi, aku ke dalam. Ramai. Beberapa meja panjang penuh dengan ababil-ababil yang kupastikan bukan dari kota kecamatan bersahaja ini. Aku duduk di tempat biasa, dekat pintu keluar. Menyandar ke dinding sehingga punya point of view leluasa.

"Biasa, Mbak Yu..."

Mbak Yu bergerak bikin teh hangat. Kupasang kacamata. Di depan, sebelah kanan pohon ketapang, sedang parkir sebuah SUV. Entah. Mungkin Fortune. Gagah gitu "berakah*"-nya. Telingaku menangkap candaan para ababil. Bahasanya bahasa Melayu Sekadau. Sepertinya ada kaitan dengan anak-anak berkostum olahraga di markas besar. Kostum kaos hitan bergaris merah. Ada dua remaja lelaki berkostum itu bergabung bersama para ababil.

"Listrik nyala?"
Suaranya besar. Badan-badan mereka juga besar. Dua orang. Aku yakin mereka dari mobil yang parkir di depan. Mbak Yu menyalakan kipas angin. Satu dari dua orang itu tampak ramah pada para ababil.

"Darimana, Dek?"
Salah seorang ababil, yang paling cakep n gaul, menyebut nama kecamatan. Setelah pertanyaan itu, mengalir pembicaraan karib antara mereka. Boleh-boleh juga itu pria.

"Persisnya di mana rumahmu? Di pasarnya?"
"Iya, Om. Dekat bengkel..."
"Bengkel (menyebut nama pemilik bengkel)? Ha...itu kawanku. Jadi rumahmu yang cat hijau itu?"
"Iya, Om."
"Berarti bolehlah nanti mampir. Ya, sekadar minum segelas kopi."

Jiahhh...jurus kami dulu semasa abege. Keliling kota cari kopi gratis! Hehe...

Eh? Mana pesananku?

04.04.13
Catatan Perjalanan, Sebuah Siang di Bulan April.
*Berakah= perawakan, postur. (Jantuh Melayu Senganan Sanggau).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Support

Join My Community at MyBloglog!