26/10/14

SAWI HUMA

01. Sebagaimana banjir, kemarau, panen, musim buah dan lain-lain, serbaneka sendi hidup di sini adalah perayaan.

02. Banjir, pola hidup berubah dari keadaan normal. Kendaraan-kendaraan air mencapai fungsi maksimal. Ikan-ikan tertentu mudah didapatkan.

03. Itu kelumit kecil banjir. Kelumit kecil kemarau,berbondong menuju sungai-sungai besar untuk mandi. Semacam ritual tanpa sadar penyucian diri.

04. Musim buah, musim tanam, hadirkan wewarna meriah tiap tahun. Musim. Sonta. Itu baru interaksi manusia-alam.

05. Belum tentang interaksi manusia-manusia, manusia-Sang Khalik. Tapi, catatan ini khusus mengenai manusia-alam.

06. Lebih khusus lagi tentang Sawi Huma atau Sawi Kampung, yang secara kultural identik dengan musim tanam padi.

07. Hadirnya setahun sekali. Disambut dengan sukacita. Betapa bahagia, sembari menunggu padi ladang siap panen...

08. ...melihat palawija tumbuh dan sudah bisa dipetik hasilnya, juga sawi huma itu. Meriap merimbun...

09. ...pada balik batang-batang terbakar. Iya, sawi huma lebih subur pada area yang banyak arang. Setelah itu,...

10. ...sawi huma yang telah dipanen akan dibawa pulang. Keluarga gembira. Sayuran dengan rasa khas, akan menjadi menu spesial selama...

11. ...musim berladang. Jika ada kerabat berkunjung, sawi huma senantiasa menjadi buah tangan.

12. Jika panen atas sawi huma berlimpah, masyarakat akan menjadikannya sebagai sayur asaman. Menariknya, ...

13. ...pertanyaan yang diajukan pada orang yang berladang, tak sekadar tanya padi. Setelah padi, setia, pertanyaan tentang apakah ada...

14. ...tanam sawi huma? Banyak? Bagaimana hasilnya? Kalau banyak, minta bagi, ya? Sebentar, term "minta bagi", bukanlah minta-minta saja.

15. Jaman dahulu, "minta bagi" lazimnya sistem barter. Saling bagi. Setelah pasar-pasar modern terbentuk di pemukiman-pemukiman besar...

16. ...sawi huma mulai ditukar dengan uang. Meski demikian, untuk di kampung, "minta bagi" masihlah berarti barter. Barter dengan...

17. ...uang, namun tanpa patokan harga. Seikhlash yang memberi. Sedangkan di kota-kota, sawi huma "resmi" menjadi komiditi yang dinanti...

18. ...tiap tahun. Kenapa? Sebab, kota-kota di sini adalah kota-kota muara. Penduduknya rerata adalah urban. Kultural, genetik, cecap lidah...

19. ...tak bisa bohong. Biarpun hari-hari makan "sayur kota" dan makanan siap saji, lidah kadang kangen dengan masakan tempatan.

20. Sehingga, warga kampung yang pergi ke kota, "meragih" alias berjualan sayur ladang dan hutan, tetap punya pangsa pasar.

21. Meski punya pangsa pasar, para "peragih" itu tetap berjalan sesuai irama kultur. Berjualan sayur sesuai tepuk-gendang musim tanam.

22. Kenapa tak tanam sayur huma di kebun biasa? Pernah kutanyakan itu jaman abege. Jawabnya: Namanya juga sawi huma, tanamnya di huma.

23. Jawaban lain: Susah tumbuhnya. Sawi huma itu perlu pupuk alam yang tinggi. Kalau kau mau tahu,...

24. ...dalam satu lahan pun, sawi huma itu tingkat kesuburannya berbeda-beda. Ada yang tumbuh lebat, ada yang merana.

25. Aku manggut-manggut saja. Ya, sudah kalau memang demikian. Aku sendiri, bertanganpanas kalau soal cocok tanam.

26. Sehingga, bidang pertanian bukan menjadi salah satu opsi masa depan yang kususun di masa itu. Hari berganti.

27. Aku jatuh bangun di sekolah. Sementara sawi huma, tetap menjadi primadona tiap musim tanam. Sampailah kejadian kemarin.

28. Saat membeli sayur pada seorang "peraeh" bersepeda motor, aku kaget. Ia ada jual sawi huma. Lho? Kok?

29. Inikan bukan musim tanam ladang? Kok ada? Ternyata, ada sebuah UPT yang telah membudidayakan sawi huma.

30. Aku tertegun. Senyum. Akhirnya, kupikir. Sawi huma tak cuma bisa ditanam di huma. Dengan pupuk buatan, hasilnya oke.

31. Bawa ke rumah. Masak dan makan. Senyum-senyum. Iyalah. Sayur favorit. Eh? Tiba-tiba melintas perasaan aneh. Ada yang tak beres rasanya.

32. Ada semacam perasaan yang hilang. Aku bingung. Apa pengaruh pupuknya? Taklah. Dibuat para ahli. Tapi rasa kehilangan terus meneror.

33. Mandi. Setelah mandi barulah pikiran segar dan kupahami kehilangan itu. Momentumnya. Seumur hidup, menikmati sawi huma adalah perayaan.

34. Akhirnya aku tertunduk. Menerima kenyataan dengan rasa ambigu. Satu sisi, kemajuan, modernisasi, perkembangan jaman, jelas kemutlakan.

35. Sisi lain, harus kubuat pemakaman di hati untuk kenangan kolektif atas perayaan menyambut musim sawi huma.

23.04.13
Catatan Perjalanan, SAWI HUMA
Copas tweeps @JagatAzura
W/@[1603171194:]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Support

Join My Community at MyBloglog!