26/10/14

SINI (CALON CERITA)

"Melihat, mengendus dan merasa perih, dari kulit ari hingga ke sumsum. Kita yang lahir dan tumbuh besar di sini, lebih paham."

Pagi, ketika kabut bersaf-saf membalut bukit-bukit. Aroma embun, bebunga hingga getah dahan patah, penuhi rongga dada. Juga hangat sungai, mengangkat uap. Membuat gulungan halimun. Menjadi gerbang, terowongan, peta jejalur aneh pengembaraan. Pengembaraan sungai sejak mula penciptaan. Kekasih yang diburu rindu. Menerabas tak tentu. Melurus. Berkelok. Berputar.

Mata-mata air di bukit, di gunung. Menderu di air terjun dan riam-riam. Menyibak tanah dan batu. Meminta perkenan jadi sungai kecil. Sungai-sungai kecil, berpadu membuat sungai-sungai besar. Sungai-sungai besar, menjari ke segenap penjuru. Ini, di sini, Pulau Seribu Sungai. Puncak gunung hingga pantai dan lautnya, enzim misterius yang lebur bersama susunan pita DNA kita.

Itu yang tidak bisa mereka pahami. Seperti niat baik Toso dan Toyo. Mereka datang dari tempat yang tak jauh.  Mereka membawa niat baik. Perizinan lengkap. Bahkan mengajak Pak Tam Oba', kepala desa, memotret lokasi. Hari pertama, tiga lokasi tanah adat telah mereka potret dan tentukan noktah koordinat GPS-nya. Hari kedua, tiga lokasi juga. Hari ketiga, sisa satu. Lokasinya paling jauh. Di tebing bukit batu Ntingakng. Kuburan tua. Kuburan leluhur, lazim disebut Pengaretn.

24.04.13
"Calon" sebuah cerita: SINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Support

Join My Community at MyBloglog!