30/08/13

BATANG TARANG

Berkacalah pada genangan air di jalan-jalan negara di pulau ini, Tuan. Maka, pantulan kelabu langit menghias wajah. Sengaja bikin kami sedih, Tuan? Bikin kami menabung caci maki?

Biasanya, jalan "gerutak-gerutuk" tak membuatku kantuk. Tapi kali ini, iya. Saat jalan lumayan sepi, aku "merewang" ke kanan bersama si Biroe. Singgah di sebuah warkop baru. Awalnya pesan teh. Tapi, upss... Demi kantuk dan kondisi jalan terkutuk, terpaksa melanggar pantangan Mantri Heri dan Pak Dokter Heru yang sama-sama baik hati. Kuambil dua saset kopi susu instan. Kutunjuk gelas bir. Kuminta Kakak pemilik warung membuatkan kopi susu hangat.

Hoaaaammmmhhhh... Kuregagangkan badan. Tepuk-tepuk pantat. Senyum pada dua gadis cantik yang pakai sepeda motor metik. Kemudian duduk di bangku plastik. Dengan ujung kaki, gaet kursi di depan biar lebih dekat. Lantas berselonjor. Duh. Atas nama Pembukaan UUD 1945 yang banyak dikeramatkan akademisi, atas nama Pancasila yang sila ketiga-nya diplintir politisi, atas nama Rhoma Irama yang menyanyikan lagu "Ani"...pada siapapun aku berani angkat sumpah. Inilah duduk paling "pewe".

Langit kelabu, bercak biru. Pohon durian? Sebentar. Pasang kacamata dulu... Nah. Iya. Di depan sana, di belakang rumah seberang jalan, tampak tiga pohon durian. Kucoba fokus. Masih ada satu dua buahnya. Atap rumah, karat seng. Antena parabola. Jemuran. Areal rumput. Menguning. Jalan raya. Mobil tangki BBM lewat. Disusul Bis besar antar negara. Kemudian rombongan sepeda motor. Ha? Pengendara sepeda motor paling buntut, melambai ke arahku. Ah. Anggap saja kenal. Kubalas lambaiannya dengan kode-kode morse. Es-O-Es.

Pesananku datang. Kopi susu. Mari kita minum. Kubersulang pada siapa saja yang berkesendirian. Mari.

20.12.12
Catatan Perjalanan, Balai Batang Tarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Support

Join My Community at MyBloglog!