Beranjak dari rumah makan, aku segera menuju daerah Pedalaman, Tayan. Pada sebuah jalan gang, yang muaranya jalannya terdapat surau, aku belok. Menuju steigher penyeberangan klotok. Sampai di steigher, tampanya Kapuas sedang pasang naik.
Trauma sebenarnya. Lebaran hari kedua, dua tahun lalu, aku pernah nyemplung ke Kapuas. Tapi, demi melihat titian dan lantai klotok sama rata, sambil mengingat-ingat butir-butir Pancasila, aku nekat membawa si Biroe. Syukurlah. Aman. Si Biroe menempati deret ketiga. Kemudian ABK yang masih belia, ambil alih si Biroe. Mengaturnya sedemikian rupa, lantaran masih banyak sepeda motor yang akan naik. Aku ke bagian dalam klotok. Tapi karena melihat masih banyak ibu-ibu yang akan naik, aku buktikan merahku.
Aku ke bagian belakan. Terpapar matahari siang. Steigher di hulu sana, memuat tiga klotok. Steigher hilir, tak kelihatan. Steigher ini sendiri, memuat enam klotok.
Tak lama, bagian depan klotok penuh oleh sepeda motor. Kulihat ada gadis cantik di dalam klotok. Duh. Godaaaaannnn... Cepat kualihkan pandangan ke seberang. Bukit menjulang di belakang Piasak. Kemudian deretan rumah di Piasak. Di hulunya areal perusahaan tambang.
Sedang aku mengetik EGE, mesin dinyalakan. Lutut dan seluruh tubuh dalam mode vibra.
Tiba di tengah Kapuas, papasan dengan beberapa klotok bermuatan penuh. Memandang ke kiri, pulau Tayan yang cantik. Di bagian belakang kota Tayan, tampak jalur warga terakota. Konon, akan jadi jalan menuju Jembatan Tayan nantinya.
Seseorang mendekat. Pinjam korek gas. Kami basa-basi sebentar soal kiamat tanggak 21 besok, serta kasus Hambalang. Ah, pasti ia penonton setia Karni Ilyas.
Asik bincang, gas knalpot mereda. Klotok merapat.
20.12.12
Catatan Perjalanan, Penyeberangan Tayan-Piasak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar