Seekor hewan misterius, menyerang dua pekerja di Kalimantan. Demikian judul berita sebuah surat kabar online. Berita itu serta merta mengingatkanku pada dua hal. Pertama, El Chapucabra di Mesoamerika. Kedua, cerita tua tentang hewan aneh yang pandai menyamar menjadi manusia.
Tapi sepertinya, kita fokus saja pada hal kedua.
"Jangan sekali-sekali menyeru nama kawan jika sedang berada di hutan," demikian kurang lebih petuah yang kudengar sejak kecil. Sebab, macam ragam penghuni hutan The Mysterious Island ini, ada beberapa hewan yang terkenal kemampuan dalam meniru suara dan penampakan manusia. Bisa-bisa berakibat fatal, kematian sesama rekan pemburu.
Ada sebuah cerita lagi. Tentang sepasang suami istri yang tinggal di sebuah "pelaman" (pemukiman satu dua buah rumah, jauh dari kampung utama). Mereka sudah sangat sepuh. Sebagian anak-anaknya pergi merantau. Sisanya, ada yang masih tinggal di kampung utama. Anak-anak yang masih tinggal inilah yang sesekali berkunjung membawa kebutuhan sehari-hari, di luar urusan beternak dan berkebun.
Suatu hari, si istri meninggal dunia. Si suami berduka. Lepas dukanya, ia menutupi jenazah istri dengan kain. Dangau pun dikunci kuat-kuat. Dengan tubuh renta, ia berjalan kaki ke desa utama.
Saat itu musim hujan. Sungai kecil banjir, merusak jembatan kayu. Si kakek, tercenung di pinggir sungai. Ia memanggil seseorang yang tampak berjalan di seberang. Ia yakin itu adalah salah seorang pemuka agama. Orang itu pun menyahut dan membenarkan dugaan si kakek.
Si pemuka agama, lengkap dengan songkoknya berenang menyeberang. Dengan pakaian yang masih basah, mereka kembali ke pondok. Si pemuka agama menyetujui rencana si kakek. Paling penting adalah mengurus jenazah sesuai dengan rukun-rukun yang ditetapkan ajaran agama. Setelah itu baru kemudian memberitahu warga.
Sampai di dangau, si pemuka agama pun bersiap dengan prosesi. Mulutnya komat-kamit membaca doa. Terdengar seperti dengung lebah karena sedemikian cepat dan fasihnya. Si kakek pun khusuk mengamini.
Sesekali pula terdengar suara seperti ranting dipatahkan. Si kakek membuka mata, ternyata si pemuka agama sibuk dengan butir-butir tasbih. Pantas. Gesekan antar butir-butir tasbih, mirip ranting dipatahkan. Doa-doa semakin khusuk dan panjang. Suara-suara ranting dipatahkan pun semakin sering kedengaran. Si Kakek tetap khusuk mengamini.
Kita tinggalkan sejenak adegan itu. Kita menuju salah seorang anak si kakek di kampung utama. Sudah nyaris sepekan, sejak hujan makin kerap turun, ia belum mengunjungi kedua orang tuanya. Ia kemudian mengajak adiknya. Di rumah adiknya sedang ada beberapa lelaki dewasa berunding.
Mereka sedang membicarakan tentang gangguan terhadap ternak warga kampung. Sapi, kambing, ayam dan bebek banyak yang menjadi korban. Salah seorang saksi, yakin bahwa pelakunya adalah sejenis hewan yang dikenal dalam bahasa lokal sebagai "Menturun (menturutn)".
Si Abang tertarik ikut dalam perburuan terhadap Menturun tersebut, dengan syarat rombongan harus melewati "pelaman" orang tuanya lebih dahulu. Semua bersepakat.
Malam, rombongan pun berangkat. Sebagian pemuda yang tak berangkat, berjaga terhadap serangan Menturun.
Karena tahu jembatan kayu rusak oleh banjir, rombongan pemburu tersebut menyeberang dengan beberapa "perahu timau" (perahu berbahan dasar batang kayu besar yang dilubangi, kemudian ditambah dengan beberapa keping papan).
Mereka tiba di "pelaman" saat malam sudah gelap. Begitu sampai di pondok, semuanya tercekat. Cahaya "lampu lotos" dari ruang dalam pondok, tampilkan pemandangan ganjil. Seseorang dari rombongan pemburu, lirih berucap istigfar. Berikutnya ia menyiapkan mesiu senapan lantak. Tak lama kemudian... DHUARRRR...!!!
Gagang senapan lantak menggetarkan bahu si pemburu. Di depan sana, sosok di depan sang kakek terjengkang ke dinding ruangan. Cepat rombongan pemburu menghambur ke pondok.
Si kakek segera ditenangkan dua anaknya. Sedangkan pemburu yang lain memeriksa sosok yang ditembak. Sementara itu, di tengah-tengah mereka, jenazah yang masih terbungkus kain, hanya tersisa batang tubuh dan kepalanya saja. Kaki dan tangan jenazah, ludes dimakan Menturun yang menyamar menjadi pemuka agama.
24.12.12
Catatan Perjalanan, Menturun.
Kenangan atas cerita lama setelah membaca sebuah berita di situs koran dunia maya. Hanya saja, saya pribadi tak pernah melihat langsung sosok Menturun. Tapi berdasarkan ciri-ciri umum yang pernah dituturkan orang-orang tua, mirip dengan makhluk yang dianggap misterius di dalam berita: Mydaus javenensis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar