04/01/15

PULANG #1

"...saat itu, Utera, aku hanyalah pemuda kampung dan canggung. Kau terlalu hebat untuk jadi kekasih dan sekalian teman hidup."

Kalimat dalam bilah pesan, kuhapus. Samar, kenangan belasan tahun lalu terkilas. Namun kugeleng-gelengkan kepala. Buang. Buang dan buang. Kuikuti langkah Yayan susuri jalan gang. Dari jalan H. Agus Salim, memintas ke jalan H. Said.

Menyeberang jalan H. Said, kami masuk ke jalan kecil menuju lanting jamban di sungai Kapuas. Hujan tadi malam bikin jalan becek. Beberapa bilah papan bekas diletakkan sedemikian rupa pada genangan air. Rumah warga dikiri kanan jalan. Sebuah lagu pop mendayu. Pemandangan sungai di depan, terbingkai tanah, dua dinding dan atap yang menyatu.
Setelah itu, kami bertemu kepala dari tangga kecil kayu menuruni tebing sungai. Seketika di depan mata terbentang sungai kapuas.

Kapar-kapar hanyut, sampah, perahu-perahu, kapal-kapal klotok, kapal-kapal bandung, speed boat menari-menari di muka air. Aku menoleh kiri-kanan. Air naik. Lumpur bernutrisi tinggi bagi flora, melahirkan gerumbulan rumput setinggi anak usia 3 tahunan. Bibiku bilang, itu "padi Pak Alui". Entah apa nama ilmiahnya.

Aku terus mengikuti Yayan. Hati-hati jejakkan kaki, takut kalau-kalau ada beling. Sampah-sampah plastik mengintip dari sela akar Padi Pak Alui. Sebuah titian dari sekeping papan tebal hubungkan tanah tepi sungai dengan lanting jamban. Tiba-tiba aku ingat adegan dalam Naga Berkacamata dari Tembok Pasar. Ah, aku masih berhutang.

Sampai di jamban, baru kulihat Capang dan anaknya serta seorang adik ipar.

"Dah upa bos sawit," ujar Capang hangat. (Udah kayak bos sawit)

Aku nyengir dan prakkk...sekeping papan lantai jamban patah ketika kuinjak. Untung kaki kanan menjejak pada bilah lain yang lebih kuat. Seorang pemuda yang mandi di jamban itu menahan tawa. Salah kekuatan papan atau berat badan? Huh.

Tak lama kemudian, aku sudah di samping kiri Capang yang pegang setir speed boat.

"Eh? Empu' diri' kah, Pang?" (Eh? Speed boat ini kepunyaanmu, Pang?"

"Jopm. Nyatar empu' Iin adik Pari', anak Anyakng Licak." (Bukan. Carter punya iin adiknya Pari' anak Pak Anjang Licak).

Di kursi belakang, ada Yayan dan istri. Istri Yayan memangku Fadil anak Capang.

Mesin 40 PK menderu. Kami menuju kios minyak terapung. Aku keluarkan EGE dan Gizzie. Jepret sana-sini.

Ah, tikungan sungai di Teluk Pancur Aji itu terasa menikam.

03.09.13
Catatan Pulang (1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Support

Join My Community at MyBloglog!