15/07/15

TUAN PILIH KASIH

"...di sanaaa...tempat lahir beta...dibuai dibesarkan Bunda...dst."

Tuan, jika kami terus suarakan ketidakadilan pembangunan, bukan karena cengeng atau cari perhatian. Bukan. Kami bersuara karena ini adalah kenyataan: Tuan pilih kasih.

Entah gumam entah teriak parau, suara kami adalah pernyataan kesadaran murni mencintai negeri. Sebab kalau bukan karena mencintai, kami bisa saja pendek akal, Tuan. Akan kami gugat sejarah penuh rekayasa yang diajarkan dibangku-bangku sekolah. Mau tonggak yang mana, Tuan? Embrio nasionalisme? Sumpah Pemuda?

Titik mana lagi? Proklamasi? Penyerahan swapraja? Periode transisi RIS? Dekrit 5 Juli? Transisi Orla-orba? Orba-reformasi?

Kalau kami pendek akal, Tuan, akan kami pertanyakan kenapa kakek-nenek kami dulu menyerahkan swapraja pada republik ini. Bisa saja kami buruk sangka. Itu tipu-tipu Tuan. Itu niat busuk Tuan mengangkangi potensi alam yang luar biasa di sini. Itu kehendak Tuan dalam rangka majapahitisasi. Ah, jangan diteruskan, Tuan. Nanti kami bisa keluarkan serapah melempar alu ke sungai. Cukup. Cukup. Cukup.

Cukuplah Tuan tahu kami berusaha berprasangka baik. Semua adalah untuk kejayaan nusantara. Cukuplah Tuan tahu kami menjinakkan dan bahkan membunuh prasangka-prasangka buruk tersebut. Tapi kenapa Tuan tetap saja pilih kasih? Tuan tetap saja mengambil apa-apa yang bisa diambil di sini dengan mentera "kesatuan", lalu menyejahterakan bagian lain republik? Apa beda kami dengan saudara kami "di sana", Tuan? Apakah Tuan akan terus-menerus seperti ini, berlaku tak adil? Apa Tuan lupa, sesiapa yang berlaku tak adil akan dilumat sejarahnya sendiri?

Tuan, sekali lagi. Kami bersuara karena kami mencintai republik ini.

Penutup, ini sebuah solilokui: "Tuan, kami sudah meng-Indonesia. Apa Tuan sudah meng-Indonesia-kan kami?"

31.01.14
Nota Akhir Januari: Tuan Pilih Kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Support

Join My Community at MyBloglog!